AI Sebagai Kunci Modernisasi Sistem Perpajakan di Indonesia


Ilustrasi Sistem Perpajakan di Indonesia

Ilustrasi Sistem Perpajakan di Indonesia

Penulis: Annisa Sakinah Hasibuan, Eryan Ahmad Firdaus

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, masa depan penerimaan negara Indonesia menghadapi sebuah babak baru yang penuh tantangan sekaligus peluang. Arus digitalisasi yang melanda hampir seluruh sektor kehidupan mendorong perubahan signifikan pada tata kelola keuangan negara, khususnya pada penerimaan pajak yang menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan.

Transformasi ini bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak agar Indonesia mampu beradaptasi dengan dinamika global, menjaga keberlanjutan fiskal, dan mengarahkan langkah menuju visi Indonesia Emas 2045. Di era ketika segala sesuatu berjalan serba cepat dan berbasis teknologi, perpajakan pun harus ikut berlari.

 

Modernisasi Perpajakan: Dari e-Filing hingga CTAS

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai inovasi untuk mempermudah proses pelaporan dan pembayaran pajak. Layanan e-Filing, e-Billing, dan e-Faktur sudah akrab di telinga wajib pajak. Ketiganya memungkinkan pelaporan dan pembayaran pajak dilakukan tanpa harus datang ke kantor pajak, menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Inovasi berikutnya yang sedang menjadi sorotan adalah Core Tax Administration System (CTAS). Sistem ini digadang-gadang mampu memangkas proses verifikasi data pajak dari tujuh hari menjadi hanya dua hari kerja. (Muhammad Rizal, Ngadi Permana, and Farah Qalbia, 2024).

Efisiensi ini diharapkan dapat meningkatkan kecepatan pelayanan, meminimalkan kesalahan manusia, dan mengoptimalkan kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Modernisasi ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat penerimaan negara. Namun, sebagaimana pepatah “teknologi hanyalah alat,” keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana pemerintah membangun interaksi yang efektif dan ramah dengan wajib pajak.

 

Teknologi + Pelayanan = Kepatuhan Pajak

Meski demikian, keberhasilan digitalisasi perpajakan tidak hanya bergantung pada ketersediaan teknologi, tetapi juga pada bagaimana pemerintah dapat membangun komunikasi yang efektif dengan wajib pajak. Teknologi harus dipadukan dengan pelayanan yang ramah dan responsif.

Misalnya, pengembangan fitur chatbot berbasis kecerdasan buatan yang dapat memberikan jawaban secara langsung dan akurat terhadap pertanyaan wajib pajak sangat diperlukan. Dengan adanya fitur semacam ini, wajib pajak dapat terlayani tanpa harus menghadapi birokrasi yang berbelit-belit.

Pelayanan yang responsif seperti ini bukan hanya meningkatkan kepuasan wajib pajak, tetapi juga memperkuat rasa percaya bahwa pemerintah hadir untuk mempermudah, bukan mempersulit.

 

Generasi Muda: Investor Masa Depan Penerimaan Negara

Tidak kalah penting, peran generasi muda dalam mendukung masa depan penerimaan negara tidak boleh diabaikan. Generasi muda adalah pengguna teknologi digital yang sangat aktif dan juga akan menjadi pelaku utama perekonomian di masa depan.

Oleh karena itu, edukasi pajak yang menarik dan relevan sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap kewajiban perpajakan. Program inovatif seperti “Pajak Goes to Campus” yang tidak hanya menyajikan seminar tetapi juga simulasi pelaporan pajak secara langsung dapat menjadi media edukasi yang efektif.

Selain itu, kompetisi inovasi digital bertema perpajakan juga dapat memacu kreativitas mahasiswa dalam menciptakan aplikasi atau solusi baru yang dapat memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak (Asokhiwa Zega, Yosua Victorada Gea, Mitra Setia Zebua, Ayler Beniah Ndraha, 2024). 

Dengan cara ini, generasi muda tidak hanya diedukasi, tetapi juga dilibatkan secara aktif dalam membangun masa depan fiskal negara.

 

Tantangan Global: Pajak di Era Ekonomi Digital Lintas Batas

Selain peluang, digitalisasi juga membawa tantangan yang cukup kompleks, terutama dalam mengawasi perusahaan digital multinasional yang beroperasi lintas negara tanpa kantor fisik di Indonesia.

Praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) menjadi ancaman serius karena memungkinkan perusahaan tersebut memindahkan laba ke negara dengan tarif pajak rendah sehingga mengurangi penerimaan pajak di Indonesia. Menanggapi hal ini, diperlukan kerja sama internasional yang kuat seperti inisiatif yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), serta penguatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak dalam mengelola dan menganalisis data transaksi lintas negara dengan cepat dan tepat.

Teknologi big data analytics dan blockchain pun dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi dan mencegah manipulasi data. Blockchain, misalnya, memungkinkan setiap transaksi diverifikasi secara otomatis dan tidak dapat diubah, sehingga meningkatkan kepercayaan dan keamanan data perpajakan. Integrasi data pajak dengan data perbankan dan sistem pembayaran digital juga akan mempermudah deteksi penghasilan yang belum dilaporkan, meskipun penerapan teknologi ini harus disertai dengan regulasi yang ketat untuk menjaga privasi dan keamanan data wajib pajak.

 

Regulasi yang Adaptif: Menyambut Era Aset Digital

Regulasi menjadi faktor penting lainnya yang harus mampu mengikuti perkembangan teknologi yang sangat cepat. Saat ini, aset digital seperti cryptocurrency semakin populer, tetapi regulasi perpajakan terkait masih dalam tahap pengembangan.

Pemerintah perlu segera membentuk unit khusus yang berfungsi sebagai “Regulatory Foresight” untuk memantau dan memprediksi tren teknologi baru sehingga dapat menyiapkan aturan yang sesuai sebelum inovasi tersebut menyebar luas. Selain itu, kolaborasi lintas kementerian dan lembaga pendidikan juga perlu diperkuat untuk meningkatkan literasi pajak digital di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah yang masih terbatas akses internetnya. Hal ini penting agar transformasi digital tidak memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat.

 

Artificial Intelligence untuk Pencegahan Kecurangan Pajak

Peran teknologi tidak hanya berhenti pada kemudahan layanan, tetapi juga berperan dalam pengawasan dan pencegahan kecurangan pajak. Penggunaan teknologi artificial intelligence (AI) dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak dalam menganalisis pola transaksi dan mengidentifikasi potensi pelanggaran secara lebih cepat dan akurat dibandingkan metode konvensional.

Hal ini akan memperbesar peluang penegakan hukum pajak dan mengurangi kebocoran penerimaan negara. Pemerintah juga perlu mengedepankan transparansi dalam pengelolaan data pajak untuk meningkatkan kepercayaan publik. Dengan data yang terbuka namun tetap aman, wajib pajak akan merasa dihargai dan termotivasi untuk patuh.

 

Edukasi Pajak di Era Media Digital

Masyarakat modern mengonsumsi informasi melalui berbagai platform digital. Oleh karena itu, edukasi pajak harus memanfaatkan media seperti video pendek, podcast, dan infografis interaktif.

Pembuatan konten edukatif yang interaktif, seperti video pendek, podcast, dan infografis, dapat menjangkau lebih banyak kalangan dan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pajak. Pemanfaatan influencer dan tokoh masyarakat dalam kampanye kesadaran pajak juga dapat memperluas jangkauan dan menguatkan pesan.

Secara keseluruhan, digitalisasi perpajakan memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi pemungutan pajak hingga 40 persen dan mengurangi kebocoran hingga 20 persen. Namun, keberhasilan penerimaan negara tidak hanya tergantung pada teknologi, tetapi juga pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan yang diterapkan. Tanpa adanya kepercayaan, meskipun teknologi canggih telah dihadirkan, tingkat kepatuhan pajak akan sulit meningkat.

Oleh karena itu, pemerintah harus membangun sistem perpajakan yang tidak hanya modern dan efisien, tetapi juga inklusif, transparan, dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Melibatkan generasi muda dan masyarakat luas dalam edukasi dan pengembangan sistem perpajakan menjadi kunci utama menuju kemandirian fiskal negara. Dengan dukungan teknologi, regulasi yang adaptif, dan partisipasi aktif masyarakat, Indonesia dapat mencapai visi Indonesia Emas 2045 yang berlandaskan pada kemandirian dan keberlanjutan fiskal.

 

Referensi:

  1. Asokhiwa Zega, Yosua Victorada Gea, Mitra Setia Zebua, Ayler Beniah Ndraha, Yolanda Ferida. 2024. Strategi Peningkatan Kesadaran Pajak di Kalangan Generasi Muda dalam Era Digital: Analisis Peran Teknologi dan Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045. Jurnal Ilmu Ekonomi, Pendidikan dan Teknik, 01(September): 11–22. https://sihojurnal.com/index.php/identik/article/view/36/27

  2. Muhammad Rizal, Ngadi Permana, Farah Qalbia. 2024. Transformasi Sistem Perpajakan di Era Digital. Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 4(4): 1–9. doi:10.53866/jimi.v4i4.648

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Video Terkait