Kominfo Manfaatkan AI untuk Memilah Konten Negatif di Medsos
- Mathilda Gian Ayu
- •
- 28 Okt 2021 14.35 WIB
Perkembangan teknologi dan jaringan internet di era digitalisasi ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Beredarnya hoaks merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi dan diperangi bersama.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, mengatakan tidak semua masyarakat yang melek digital memahami cara penggunaan internet.
"Terutama kemampuan mencari informasi yang benar dan valid. Sehingga, tidak heran banyak masyarakat kita yang terjebak dalam hoaks," kata Usman, Senin, 25 Oktober 2021, saat menjadi pembicara dalam program Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch 3 yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerja sama dengan Paragon Technology and Innovation.
Melansir dari Tempo, data Kominfo menyebut, dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 274,9 juta, sebanyak 202,6 juta atau 73,7 persen telah menggunakan internet. Adapun 170 juta atau 61,8 persen di antaranya, aktif dengan media sosial.
Terlebih di era pandemi ini, kata Usman, banyak sekali hoaks beredar. Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan sebanyak 1.957 isu hoaks mengenai Covid-19 sepanjang periode 23 Januari 2020-19 Oktober 2021. Sebanyak 1.957 isu itu disebarkan oleh 4.965 situs penyebar hoaks.
"Jadi, 1.957 itu isunya. Total sebaran hoaks 4.965, sebanyak 4.818 kami ajukan untuk di take down. Kemudian 767 di antaranya dilakukan penegakan hukum, kami berkoordinasi dengan pihak berwajib," ujar Usman.
Eks Direktur Pemberitaan Harian Media Indonesia itu merinci, hoaks paling banyak tersebar di Facebook dengan total 4.272. Kemudian Twitter 570, YouTube 55, Instagram 44, dan TikTok 24. "Dari temuan tersebut, hoaks tentang vaksin Covid-19 sebanyak 363 isu dengan total sebaran 2.272," ujar dia.
Usman menyebut, pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk menindak konten negatif dan hoaks. Selain mengajukan take down konten tersebut, Kominfo melakukan kontra narasi melalui platform digital seperti Twitter, Facebook, dan Instagram serta berkoordinasi dengan kepolisian untuk tindakan penegakan hukum terhadap pembuat konten.
Kominfo juga menggunakan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) untuk mengais konten-konten negatif di media sosial.
Menurut Usman, maraknya hoaks harus diperangi bersama. Pemerintah, ujar dia, tidak bisa bekerja sendirian. "Peran media sangat penting dalam hal ini. Belakangan kami sangat terbantu dengan adanya platform cek fakta yang diinisiasi sejumlah media," tuturnya.
Literasi media disebut sangat penting di era digitalisasi ini. Masyarakat harus diberi edukasi untuk mengidentifikasi informasi yang benar agar tidak terjebak dalam hoaks. Publik harus digiring kembali mencari informasi lewat berita media massa terpercaya, bukan sekadar baca medsos.
"Inilah peluang media, lewat good journalism menunjukkan bahwa informasi yang ditampilkan media itu paling terpercaya. Sebab berdasarkan survei, meski banyak yang membaca medsos, tapi kepercayaan masyarakat terhadap media mainstream masih tinggi" tutur Usman.