IBM: Perusahaan Wajib Menghasilkan AI yang Bertanggung Jawab


Ilustrasi Bangunan Gedung

Ilustrasi Bangunan Gedung

Kinerja organisasi dapat di akselerasi dengan mentransformasi tindakan yang bertanggung jawab melalui teknologi. Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) adalah bagian dari cara para pemimpin bisnis untuk meningkatkan penggunaan alat bantu yang diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi organisasi.

Menurut studi AI yang dilakukan oleh Kearney (perusahaan konsultan), EDBI (perusahaan investasi yang berbasis di Singapura), Indonesia, seperti halnya negara tetangga di ASEAN lainnya, masih berada di tahap awal untuk adopsi AI. Meskipun kehadirannya masih baru berkembang, berdasarkan analisis Kearney, AI diperkirakan akan memberikan peningkatan sebesar 12% pada PDB Indonesia di tahun 2030.

Berlawanan dengan keuntungan yang telah diprediksi, muncul pula berita yang beredar tentang AI yang tidak adil, tidak dapat dijelaskan, dan/atau bias. Salah satu kasus penyalahgunaan AI yang terjadi di Indonesia adalah ketika terjadi kesalahan pengenalan wajah pada Abdul Manaf yang dicap sebagai tersangka pemukulan aktivis politik pada demonstrasi 11 April 2022, di mana pada faktanya ia tidak ada di tempat tersebut.

Insiden-insiden yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika inilah yang menjadi alasan mengapa AI yang bertanggung jawab membutuhkan Tata Kelola AI.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah meluncurkan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045 yang mencakup peraturan tentang AI, bidang usaha, pertanggungjawaban atas konsekuensi dari tindakan yang tidak disengaja, dan kode etik yang dibuat secara sukarela. Namun, strategi ini belum diturunkan menjadi aturan pelaksana. AI yang digunakan organisasi di Indonesia harus mengikuti regulasi yang ada agar tidak menerima dampak yang buruk.

"Otomatisasi dengan penggunaan AI dalam sebuah organisasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Organisasi tentu tidak ingin menanggung konsekuensi buruk dari sebuah model yang menghasilkan hasil analisis yang tidak dapat dijelaskan yang kemudian akan dipertanyakan oleh berbagai pihak dari manajemen, pemangku kepentingan, pemegang saham, atau bahkan para pelanggan." ujar Cin Cin Go, Technology and Country Leader, IBM Indonesia.

Ada tiga alasan utama mengapa AI yang bertanggung jawab perlu dipertimbangakan secara serius oleh organisasi. Pertama, mereka perlu mengelola risiko dan reputasi mereka, tidak ada ruang untuk data atau asumsi yang keliru yang dapat memicu tuntutan hukum dan keraguan dari berbagai pihak.

Kedua, AI yang digunakan organisasi harus mematuhi prinsip-prinsip etika agar dapat menghasilkan keputusan yang adil lewat kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pola dan profil perilaku.

AI yang bertanggung jawab juga harus mampu melindungi organisasi dan menyesuaikan diri dengan peraturan pemerintah agar organisasi tidak mengalami kerugian seperti audit yang mahal, denda, dan pemberitaan yang negatif.

Berkaca dari hal tersebut, IBM melalui Watsonx.ai berperan dalam menyediakan teknologi otomasi yang aman di mana, teknologi ini juga merupakan bagian dari Platform AI dan Data IBM, Watsonx, yang telah diluncurkan dalam konferensi tahunan THINK 2023 pada 10 Mei 2023 di Orlando.

Untuk menciptakan model fondasi yang sudah terlatih oleh IBM, perusahaan ini fokus dengan melakukan upaya secraa maksimal dalam mengkurasi segala sesuatu yang masuk ke dalam modelnya dan mengembangkan teknologi AI untuk secara agresif menyaring data dari kebencian dan kata-kata kotor, batasan lisensi, dan prasangka, sehingga ketika data yang bermasalah ditemukan, data tersebut akan dihapus, dilatih kembali, dan diulang.

Bagikan artikel ini

Komentar ()

Berlangganan

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru.

Video Terkait