Deepfake AI: Ancaman Baru Keamanan Siber di Tahun 2025
- Rita Puspita Sari
- •
- 22 jam yang lalu
Teknologi deepfake, yang selama ini dikenal sebagai hiburan berupa video lucu dengan wajah selebriti, kini berpotensi menjadi ancaman besar bagi keamanan siber. Di tahun 2025, teknologi ini diprediksi akan digunakan untuk kejahatan siber yang lebih kompleks dan merugikan, terutama dengan berkembangnya AI generatif yang semakin canggih.
Prediksi Ancaman Deepfake
Menurut Palo Alto Networks, perusahaan keamanan siber asal Amerika Serikat, ancaman deepfake akan semakin serius di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Dalam media briefing online pada 14 Januari 2025, Steven Scheurmann, Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN, mengungkapkan bahwa video dan audio deepfake kini lebih mudah dibuat berkat kemajuan teknologi AI generatif.
Steven mencontohkan kasus nyata yang terjadi di Hong Kong tahun lalu. Sebuah perusahaan multinasional menjadi korban penipuan menggunakan video deepfake yang meniru suara dan wajah Chief Financial Officer (CFO) perusahaan tersebut. Penipuan ini berhasil mengecoh seorang karyawan hingga perusahaan mengalami kerugian mencapai ratusan juta dolar Hong Kong.
"Contohnya, organisasi target menerima email dengan pesan suara dari seseorang yang terdengar seperti saya. Pesan tersebut mengatakan, 'Hei Arthur, tolong urusin ini, aku sudah approve, silakan lanjutkan.' Suaranya sangat realistis sehingga karyawan percaya dan melanjutkan permintaan tersebut. Ini adalah bukti bahwa deepfake akan menjadi ancaman mainstream," jelas Steven.
Deepfake yang Semakin Sulit Dibedakan
Arthur Siahaan, Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesia, menambahkan bahwa video dan audio deepfake akan semakin sulit dibedakan dengan aslinya. Teknologi ini menciptakan hasil yang sangat realistis, membuat masyarakat awam semakin mudah tertipu.
Deepfake saat ini sudah mampu menciptakan konten yang begitu meyakinkan sehingga hampir tidak mungkin dibedakan oleh mata atau telinga manusia biasa. Ini menjadi celah besar yang dimanfaatkan oleh penjahat siber,” ujar Arthur.
AI Mempercepat Serangan Siber
Selain deepfake, teknologi AI juga digunakan untuk mempercepat serangan siber lainnya, seperti ransomware. Berdasarkan laporan Palo Alto Networks, di tahun ini, pengembangan ransomware hanya membutuhkan waktu tiga jam. Bahkan, diprediksi pada tahun 2026, waktu yang diperlukan untuk membuat ransomware akan semakin singkat, hanya 15 menit.
Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan siber berbasis AI semakin mudah dilakukan, memperbesar potensi ancaman bagi individu dan organisasi.
Solusi: AI untuk Melawan Kejahatan Siber
Di tengah meningkatnya ancaman, Palo Alto Networks mengimbau perusahaan dan organisasi untuk memanfaatkan teknologi AI sebagai alat pertahanan. Menurut Adi Rusli, Country Manager Palo Alto Networks Indonesia, AI dapat membantu memperkuat keamanan siber melalui berbagai cara, seperti:
- Monitoring dan Deteksi Anomali
AI dapat digunakan untuk memantau aktivitas jaringan secara real-time dan mendeteksi pola anomali yang mencurigakan. - Analisis Insiden Keamanan
Teknologi ini memungkinkan analisis insiden keamanan lebih cepat dan akurat, sehingga respons terhadap ancaman menjadi lebih efektif. - Otomasi Tugas Repetitif
AI dapat mengotomatisasi pekerjaan rutin, seperti pemeriksaan log aktivitas, sehingga analis keamanan dapat fokus pada tugas yang lebih strategis, seperti threat hunting.
"Sebisa mungkin, pekerjaan yang repetitif kita alihkan ke automation atau AI. Dengan begitu, para analis keamanan dapat lebih fokus pada hal yang bernilai tinggi," kata Adi.
Meningkatkan Kesadaran Publik
Ancaman deepfake dan kejahatan siber berbasis AI menunjukkan pentingnya meningkatkan kesadaran publik tentang keamanan digital. Masyarakat perlu dididik untuk lebih waspada terhadap potensi penipuan, terutama yang menggunakan teknologi canggih seperti deepfake.
Langkah-langkah seperti memverifikasi informasi, menggunakan autentikasi ganda, dan menjaga keamanan perangkat menjadi semakin penting dalam menghadapi era baru kejahatan siber.
Tahun 2025 diprediksi menjadi titik krusial dalam perkembangan ancaman keamanan siber, terutama dengan kehadiran teknologi deepfake dan AI generatif. Dalam menghadapi ancaman ini, kolaborasi antara perusahaan, organisasi, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk menciptakan sistem keamanan yang lebih tangguh.
Keamanan siber bukan hanya tanggung jawab para ahli, tetapi juga semua pihak yang menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan AI sebagai alat pertahanan, kita dapat mengurangi risiko ancaman dan menciptakan ekosistem digital yang lebih aman.