Phishing Berbasis AI: Ancaman Baru di Dunia Keamanan Siber
- Rita Puspita Sari
- •
- 19 jam yang lalu

Ilustrasi Phishing Berbasis AI
Phishing merupakan salah satu bentuk serangan siber yang paling umum digunakan oleh peretas untuk mencuri informasi sensitif, seperti kata sandi, data keuangan, dan identitas pribadi. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi artificial intelligence (AI) telah membawa ancaman phishing ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan bantuan large language model (LLM), peretas kini dapat membuat email phishing yang lebih meyakinkan, lebih cepat, dan lebih sulit dikenali.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana AI meningkatkan efektivitas serangan phishing, bagaimana LLM membantu peretas dalam melakukan serangan yang lebih canggih, serta bagaimana cara melindungi diri dari ancaman ini.
Bagaimana AI Meningkatkan Efektivitas Phishing?
Serangan phishing terus berkembang mengikuti pola yang berulang. Saat suatu metode phishing terbukti efektif dan mulai banyak digunakan oleh penyerang, tim keamanan siber pun berupaya mengenalinya dan melatih karyawan untuk mengidentifikasi tanda-tanda serangan tersebut.
Namun, berbeda dengan pembaruan perangkat lunak yang dapat menutup celah keamanan secara otomatis, manusia tetap menjadi titik lemah yang sulit dihilangkan. Bahkan setelah bertahun-tahun bekerja dan menjalani berbagai pelatihan keamanan siber, banyak individu masih dapat tertipu oleh email phishing yang semakin canggih.
Untuk mengukur kesiapan suatu organisasi dalam menghadapi serangan phishing, biasanya digunakan metrik click-through rate. Metrik ini menunjukkan persentase karyawan yang tertipu dan mengklik tautan dalam email phishing simulasi yang dikirimkan secara internal.
Namun, tingkat klik ini tidak selalu mencerminkan ancaman sesungguhnya karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Beberapa pemimpin keamanan siber bahkan sengaja membuat simulasi phishing yang mudah dikenali demi menunjukkan efektivitas pelatihan, padahal hal ini justru bisa menurunkan kewaspadaan organisasi terhadap ancaman yang lebih kompleks di dunia nyata.
Pada tahun 2020, tiga peneliti dari National Institute of Standards and Technology (NIST): Michelle Steves, Kristen Greene, dan Mary Theofanos mengembangkan sebuah model skala untuk mengukur efektivitas serangan phishing yang disebut Phish Scale. Mereka menemukan bahwa tingkat kesulitan phishing dipengaruhi oleh dua faktor utama:
- Ciri-ciri dalam pesan: Elemen dalam email, seperti tata letak, format, atau gaya penulisan, yang dapat mengindikasikan bahwa pesan tersebut berbahaya.
- Konteks pengguna: Seberapa relevan email tersebut dengan situasi atau harapan penerima.
Semakin sedikit ciri-ciri mencurigakan dalam email dan semakin sesuai email tersebut dengan konteks penerima, semakin tinggi kemungkinan korban akan mengklik tautan berbahaya.
Misalnya, dalam sebuah eksperimen, peneliti mengirimkan email phishing yang tampak seperti berasal dari seorang direktur di organisasi NIST. Hasilnya, 49,3% penerima mengklik tautan di dalamnya, menunjukkan betapa mudahnya orang tertipu jika email phishing terlihat sah dan relevan dengan pekerjaan mereka.
Namun, dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI), serangan phishing kini menjadi semakin berbahaya. AI memungkinkan penyerang untuk menciptakan email phishing yang lebih meyakinkan dengan cara:
- Menggunakan natural language processing (NLP) untuk menyusun email dengan bahasa yang lebih alami dan profesional, sehingga sulit dibedakan dari email resmi.
- Menganalisis pola komunikasi korban untuk meniru gaya bahasa seseorang, membuat email phishing tampak seperti dikirim oleh kolega atau atasan korban.
- Memanfaatkan social engineering berbasis AI untuk menyesuaikan isi email dengan profil dan kebiasaan online target, meningkatkan kemungkinan korban terjebak.
Dengan adanya AI, serangan phishing kini bukan hanya sekadar jebakan email biasa, tetapi bisa menjadi ancaman yang sangat terarah dan sulit dikenali. Oleh karena itu, organisasi harus meningkatkan strategi pertahanan mereka, tidak hanya dengan pelatihan keamanan siber, tetapi juga dengan solusi keamanan berbasis AI untuk mendeteksi pola phishing yang semakin canggih.
Bagaimana LLM Memperkuat Serangan Phishing?
Kemajuan dalam kecerdasan buatan (AI), khususnya large language model (LLM), telah membawa dampak signifikan dalam berbagai bidang, termasuk keamanan siber. Salah satu ancaman terbesar yang kini berkembang pesat adalah penggunaan LLM untuk memperkuat serangan phishing. Dengan kemampuan AI yang semakin canggih, peretas dapat menciptakan serangan yang lebih meyakinkan, personal, dan sulit dideteksi.
- Kelemahan Pelatihan Keamanan Siber Tradisional
Salah satu kelemahan utama dalam pelatihan keamanan siber tradisional adalah ketergantungan pada pola serangan phishing yang sudah dikenal. Sebagian besar pelatihan mengajarkan pengguna untuk mengenali tanda-tanda umum phishing, seperti:
- Kesalahan tata bahasa atau ejaan dalam email.
- Permintaan informasi yang tidak biasa.
- Tautan atau lampiran yang mencurigakan.
Namun, dengan adanya AI, peretas dapat memperbaiki kelemahan ini. LLM mampu menyusun pesan dengan tata bahasa yang sempurna, menghindari kesalahan ejaan, dan membuat email phishing yang sangat sulit dibedakan dari komunikasi resmi.
- LLM Memungkinkan Personalisasi Serangan
Salah satu faktor utama yang membuat serangan phishing berhasil adalah tingkat relevansi pesan terhadap korban. Dengan bantuan LLM, peretas dapat mengumpulkan informasi dari berbagai sumber online, termasuk media sosial, untuk menciptakan pesan phishing yang lebih personal dan meyakinkan. Misalnya:
- Target: Profesional di LinkedIn AI dapat menyusun email phishing yang tampaknya berasal dari rekan kerja atau atasan, menyesuaikan bahasa dan konteks dengan dunia profesional korban.
- Target: Wisatawan yang baru saja memesan tiket penerbangan AI dapat mengirim email yang tampak seperti konfirmasi dari maskapai penerbangan atau agen perjalanan, meminta korban untuk mengeklik tautan palsu guna melihat detail penerbangan mereka.
- Target: Pengguna media sosial yang aktif membahas keuangan AI bisa mengirim pesan dari "bank" mereka yang menginformasikan transaksi mencurigakan dan meminta mereka mengonfirmasi identitas dengan masuk ke situs palsu.
Dengan tingkat personalisasi ini, korban lebih cenderung percaya dan mengklik tautan berbahaya yang dikirimkan peretas.
- AI Dapat Mengekstrak Data Pribadi dengan Cepat
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa AI memiliki kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data pribadi hanya dari informasi yang tersedia secara publik. Sebuah studi tahun 2024 oleh Robin Staab dan timnya menemukan bahwa LLM dapat menebak jenis kelamin seseorang dengan akurasi 97% dan lokasi mereka dengan akurasi 92%, hanya berdasarkan komentar yang mereka tinggalkan di internet.Dengan teknologi ini, peretas dapat mengotomatiskan pengumpulan informasi tentang calon korban, kemudian menyesuaikan pesan phishing agar terlihat semakin meyakinkan dan sulit dikenali sebagai penipuan.
- AI Membantu Phishing Menjadi Lebih Murah dan Massal
Sebelumnya, serangan phishing dalam skala besar membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk menyusun pesan yang meyakinkan bagi berbagai target. Namun, dengan AI, proses ini menjadi jauh lebih efisien dan murah:
- Peretas dapat menghasilkan ribuan email phishing dalam hitungan menit.
- Pesan dapat disesuaikan dengan profil target menggunakan data yang tersedia di internet.
- Biaya produksi phishing menurun drastis, sehingga semakin banyak aktor jahat yang dapat menjalankannya.
Hasilnya, serangan phishing kini menjadi ancaman yang lebih besar karena semakin banyak orang dapat melakukannya dengan sumber daya yang lebih sedikit.
Dampak AI Powered Phishing
Phishing berbasis AI membawa dampak yang lebih luas dan berbahaya dibanding serangan phishing tradisional. Berikut adalah beberapa dampak utama dari AI Powered Phishing:
- Pencurian Data Pribadi
AI phishing dapat mencuri informasi sensitif seperti nama, alamat, nomor kartu kredit, kata sandi, dan bahkan data biometrik. Informasi ini bisa digunakan untuk pencurian identitas atau dijual di pasar gelap. - Kerugian Finansial
Banyak korban AI phishing mengalami kehilangan uang akibat penipuan transfer dana, pembayaran palsu, atau akses ilegal ke rekening bank dan kartu kredit mereka. - Peretasan Akun
Serangan phishing berbasis AI dapat membajak akun media sosial, email, atau platform bisnis. Akun yang diretas sering digunakan untuk melakukan serangan lebih lanjut terhadap kontak korban. - Penyebaran Malware
AI phishing sering digunakan untuk mengelabui korban agar mengunduh file atau mengklik tautan berbahaya yang berisi malware, ransomware, atau spyware yang dapat menginfeksi perangkat mereka. - Kerugian bagi Perusahaan
Organisasi yang menjadi target AI phishing dapat mengalami kebocoran data, kehilangan dana perusahaan, atau serangan ransomware yang mengakibatkan gangguan operasional dan reputasi buruk. - Penyalahgunaan Identitas
Dengan teknik deepfake, AI phishing dapat memalsukan suara dan wajah seseorang untuk melakukan penipuan, seperti menipu karyawan agar melakukan transfer uang atau memberikan akses ke data sensitif. - Menurunnya Kepercayaan Publik
Jika sebuah perusahaan atau institusi terkena serangan AI phishing, pelanggan dan mitra bisnis dapat kehilangan kepercayaan, yang berdampak negatif pada reputasi dan nilai bisnis. - Targetisasi yang Lebih Spesifik
AI phishing mampu menyesuaikan serangan berdasarkan data yang dikumpulkan dari media sosial dan sumber lainnya, sehingga serangan menjadi lebih meyakinkan dan sulit dikenali. - Dampak Psikologis bagi Korban
Korban AI phishing sering mengalami stres, kecemasan, dan ketakutan setelah kehilangan data atau uang mereka. Beberapa bahkan mengalami trauma karena kehilangan akses ke akun penting. - Ancaman terhadap Keamanan Nasional
Jika AI phishing digunakan untuk menyerang lembaga pemerintahan atau infrastruktur penting, dampaknya bisa lebih luas, seperti kebocoran data rahasia negara atau gangguan pada sistem vital.
Bagaimana Melindungi Diri dari AI-Powered Phishing?
Penting bagi individu maupun organisasi untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tidak menjadi korban serangan phishing. Berikut adalah beberapa cara efektif untuk melindungi diri dari AI-powered phishing:
- Gunakan Otentikasi Multi-Faktor (MFA)
Meskipun seseorang secara tidak sengaja memberikan kredensial login mereka kepada penyerang, otentikasi multi-faktor (MFA) dapat menjadi lapisan keamanan tambahan yang mencegah akses tidak sah. Dengan MFA, pengguna harus memberikan faktor verifikasi tambahan, seperti kode OTP (One-Time Password) yang dikirim ke ponsel atau menggunakan aplikasi autentikasi seperti Google Authenticator. Hal ini membuat peretas lebih sulit mengambil alih akun hanya dengan mencuri kata sandi. - Tingkatkan Kesadaran Keamanan
Pelatihan keamanan siber sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan phishing berbasis AI. Saat ini, email phishing tidak lagi mudah dikenali hanya dari kesalahan tata bahasa atau alamat email yang mencurigakan. Serangan semakin persuasif dan sering kali meniru komunikasi resmi dari rekan kerja, atasan, atau penyedia layanan yang terpercaya. Oleh karena itu:
- Jangan langsung percaya pada email yang meminta informasi sensitif atau mendesak Anda untuk mengambil tindakan cepat.
- Selalu verifikasi sumber pesan dengan menghubungi pengirim secara langsung melalui jalur komunikasi resmi sebelum mengklik tautan atau mengunduh lampiran.
- Gunakan fitur “hover” pada tautan untuk melihat URL tujuan sebelum mengkliknya.
- Manfaatkan Alat Deteksi Phishing Berbasis AI
Jika peretas menggunakan AI untuk meningkatkan serangan mereka, maka kita juga dapat memanfaatkan AI untuk mendeteksi dan mencegah phishing. Banyak solusi keamanan siber berbasis AI yang mampu:
- Menganalisis pola komunikasi email dan mendeteksi anomali yang menunjukkan potensi phishing.
- Memindai lampiran dan tautan berbahaya secara real-time sebelum email mencapai kotak masuk pengguna.
- Menghapus atau menandai email mencurigakan secara otomatis untuk mencegah interaksi pengguna dengan pesan berbahaya.
- Organisasi dapat mengintegrasikan sistem ini ke dalam infrastruktur TI mereka untuk meningkatkan perlindungan dari ancaman siber.
- Minimalkan Informasi Pribadi di Internet
Salah satu teknik yang digunakan peretas dalam AI-powered phishing adalah spear phishing, di mana mereka menargetkan individu tertentu menggunakan informasi yang dikumpulkan dari media sosial atau sumber lain. Untuk mengurangi risiko ini:
- Batasi informasi pribadi yang dibagikan secara publik, terutama di media sosial.
- Hindari memposting detail seperti alamat email kantor, nomor telepon, atau informasi keuangan yang dapat digunakan untuk merancang serangan phishing yang lebih meyakinkan.
- Perbarui pengaturan privasi akun media sosial agar hanya orang yang dikenal yang dapat melihat informasi sensitif.
- Gunakan Filter Email yang Ketat
Pastikan sistem email Anda memiliki filter spam dan phishing yang canggih untuk mendeteksi dan memblokir pesan berbahaya sebelum mencapai kotak masuk. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Mengaktifkan fitur anti-phishing yang tersedia di layanan email seperti Gmail atau Outlook.
- Menggunakan firewall dan sistem deteksi intrusi untuk mencegah akses tidak sah.
- Memastikan bahwa semua perangkat memiliki perangkat lunak keamanan yang selalu diperbarui untuk mengatasi ancaman terbaru.
Kesimpulan
Perkembangan AI telah mengubah lanskap serangan phishing secara drastis. Dengan bantuan large language model, peretas kini dapat membuat email phishing yang lebih meyakinkan, lebih cepat, dan lebih murah dari sebelumnya. Serangan ini semakin sulit dikenali, karena AI mampu menghilangkan tanda-tanda umum phishing yang sebelumnya digunakan sebagai indikator bahaya.
Untuk melindungi diri dari ancaman ini, penting bagi individu dan organisasi untuk mengadopsi langkah-langkah keamanan yang lebih canggih, termasuk penggunaan otentikasi multi-faktor, pelatihan kesadaran keamanan, dan penggunaan alat deteksi phishing berbasis AI. Selain itu, mengurangi jejak digital dan membatasi informasi pribadi yang tersedia secara online juga dapat membantu mengurangi risiko menjadi target serangan phishing berbasis AI.
Dengan langkah-langkah ini, kita dapat tetap selangkah lebih maju dalam menghadapi ancaman keamanan siber di era kecerdasan buatan.