Budaya Kerja di Google Menghambat Perusahaan dalam Persaingan AI
- Muhammad Bachtiar Nur Fa'izi
- •
- 16 Agt 2024 07.10 WIB
Eric Schmidt, mantan CEO Google dari 2004 hingga 2011 dan ketua hingga 2015, baru-baru ini menyampaikan pandangannya tentang budaya kerja di Google saat ini. Menurut Schmidt, budaya ini membuat Google tertinggal dalam pengembangan kecerdasan buatan dibandingkan dengan perusahaan seperti OpenAI, yang terkenal dengan ChatGPT.
Schmidt mengutarakan pandangan tersebut dalam sebuah kuliah tamu di Universitas Stanford, di mana ia secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap praktik bekerja dari rumah, atau work from home (WFH).
Pernyataan Schmidt diabadikan dalam sebuah video yang diunggah di YouTube. Dalam video tersebut, ketika ditanya tentang kemajuan startup seperti OpenAI dan Anthropic yang mampu mengungguli Google dalam bidang AI, Schmidt menjawab, "Google lebih memprioritaskan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan serta kemudahan untuk pulang lebih awal atau bekerja dari rumah, daripada mengejar ambisi menjadi yang terdepan. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa startup dapat meraih kesuksesan, karena karyawan mereka bekerja dengan sangat gigih."
Walaupun Schmidt tidak lagi menjadi bagian dari Google, ia menegaskan bahwa bekerja di kantor hanya satu hari dalam seminggu bukanlah metode yang efektif dalam persaingan bisnis saat ini. Ia mencatat bahwa keberhasilan startup sering kali bergantung pada kolaborasi intens dan komunikasi yang lancar antar tim. Menurutnya, kehadiran lebih sering di kantor bisa mendorong inovasi dan kreativitas, karena ide-ide baru sering kali muncul dari interaksi langsung antar anggota tim.
Selain itu, Schmidt menekankan bahwa dalam ekosistem teknologi yang berubah cepat, cara kerja yang lebih fleksibel dan terintegrasi dengan kehadiran fisik di kantor bisa menjadi faktor kunci untuk membangun budaya perusahaan yang kuat dan adaptif. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya dapat menarik talenta terbaik tetapi juga mempertahankan mereka, menciptakan lingkungan kerja yang dinamis dan produktif.
"Saya harus jujur. Jika kalian semua lulus dan mendirikan perusahaan, penting untuk dicatat bahwa Anda tidak dapat membiarkan karyawan bekerja dari rumah dan hanya hadir di kantor satu hari dalam seminggu jika ingin bersaing dengan startup lain," tegasnya.
Pandangan Schmidt mengenai WFH sejalan dengan pendapat eksekutif senior di perusahaan lain yang mempertimbangkan dampak jangka panjang dari fleksibilitas kerja terhadap produktivitas dan inovasi. Misalnya, CEO JP Morgan, Jamie Dimon, yang juga vokal mengenai isu ini, telah meminta karyawannya untuk kembali bekerja di kantor. Dimon berargumen bahwa kembalinya karyawan ke kantor akan meningkatkan kolaborasi dan komunikasi yang lebih efektif dua komponen yang dianggap esensial untuk menjaga daya saing perusahaan di pasar yang semakin ketat.
Namun, pernyataan Schmidt mengenai hanya satu hari kerja di kantor tidak sepenuhnya akurat dan bisa menimbulkan kebingungan. Berdasarkan laporan industri terbaru, Google telah menetapkan kebijakan yang mewajibkan karyawan untuk hadir di kantor setidaknya tiga hari dalam seminggu sejak tahun 2022. Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan interaksi antar tim dan memperkuat budaya perusahaan, yang terancam oleh peningkatan WFH yang berkepanjangan.
Selanjutnya, dihimpun dari laporan CNBC pada Juni 2023 menunjukkan bahwa Google telah mulai memantau kehadiran karyawan melalui pemindaian kartu identitas di kantor. Sistem ini bukan sekadar alat pengawasan, tetapi juga merupakan bagian dari strategi penilaian kinerja yang lebih luas. Para manajer kini memiliki akses ke data kehadiran yang memberikan wawasan berharga mengenai tingkat keterlibatan karyawan. Pendekatan ini mencerminkan perubahan paradigma dalam cara perusahaan menilai kontribusi individu di era kerja hybrid, di mana kehadiran fisik tidak lagi menjadi indikator utama produktivitas.