Korea Selatan Rencana Ganti Buku Teks dengan AI, Orang Tua Resah


Ilustrasi Robot

Ilustrasi Robot

Pemerintah Korea Selatan merencanakan penggantian buku teks tradisional dengan tablet yang dilengkapi teknologi Artificial intelligence (AI) di sekolah-sekolah mulai tahun 2025. Rencana ambisius ini ditargetkan untuk dilaksanakan secara bertahap, dengan semua mata pelajaran kecuali seni, musik, pendidikan jasmani, dan etika diharapkan menggunakan buku teks berbasis AI pada tahun 2028.

Kendati demikian, langkah ini menuai reaksi keras dari orang tua yang khawatir akan dampak negatif bagi anak-anak mereka. Dilansir dari Tech Crunch (19/8/2024), pemerintah Korea Selatan menegaskan bahwa buku teks AI yang akan diperkenalkan mampu menyesuaikan materi pembelajaran sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing siswa. Inovasi ini diharapkan dapat menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih personal dan efektif.

Selain itu, teknologi ini juga memberikan kesempatan bagi guru untuk memantau perkembangan siswa secara real-time melalui dasbor digital, memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan tepat sasaran. Namun, meski memiliki potensi yang besar, kekhawatiran orang tua tentang penggunaan perangkat digital yang meningkat di sekolah menjadi semakin nyata.

Walaupun tampaknya inovasi ini menawarkan banyak keuntungan, rencana tersebut menimbulkan keresahan yang signifikan di antara orang tua. Mereka khawatir bahwa meningkatnya pemakaian perangkat digital di lingkungan sekolah justru akan memperburuk efek negatif yang sudah ada akibat paparan teknologi pada anak-anak. Lebih dari 50.000 orang tua telah menandatangani petisi yang mendesak pemerintah untuk memikirkan kembali rencana tersebut dan lebih mengutamakan kesejahteraan holistik siswa, daripada hanya berfokus pada integrasi teknologi baru dalam proses pembelajaran.

Dalam petisi tersebut, orang tua mengatakan, “Kami sudah menghadapi berbagai masalah akibat penggunaan perangkat digital yang berlebihan oleh anak-anak kami.” Mereka merasa bahwa perhatian pemerintah terlalu terfokus pada pengenalan teknologi, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan mental dan fisik anak-anak.

Salah satu orang tua, Lee Sun-youn, yang memiliki dua anak, berbagi kekhawatirannya dalam sebuah wawancara dengan Financial Times. "Saya cemas bahwa eksposur yang berlebihan terhadap perangkat digital dapat berdampak negatif pada perkembangan otak, konsentrasi, dan kemampuan memecahkan masalah anak-anak mereka sudah terlalu sering terpaku pada layar di rumah," ujarnya. Lee bersama ribuan orang tua lainnya menyadari bahwa meskipun teknologi memiliki potensi positif dalam pendidikan, terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar dapat menghambat perkembangan kognitif dan interaksi sosial anak-anak.

Selain perhatian terhadap perkembangan kognitif, ada kekhawatiran yang semakin mendalam mengenai potensi ketergantungan anak-anak pada teknologi. Banyak orang tua merasa bahwa ketergantungan pada Artificial Intelligence (AI) untuk pembelajaran dapat mengurangi interaksi langsung antara guru dan siswa. Interaksi ini dianggap sebagai elemen krusial dalam pendidikan yang efektif.

Seorang ahli pendidikan yang ingin tetap anonim mengatakan, "Teknologi tidak dapat menggantikan peran guru dalam memahami serta merespons kebutuhan emosional dan sosial siswa."

Di tengah protes ini, pemerintah Korea Selatan menghadapi tantangan yang rumit. Sementara mereka berusaha menyiapkan generasi mendatang agar siap bersaing dalam dunia yang semakin dikuasai teknologi, mereka juga harus memperhatikan kekhawatiran orang tua terkait dampak jangka panjang dari inovasi tersebut pada anak-anak.

Saat ini, perhatian publik terfokus pada reaksi pemerintah terhadap protes ini. Apakah mereka akan meneruskan rencana dengan penyesuaian minimal, atau akan mengambil langkah signifikan untuk merespons kekhawatiran orang tua? Program buku teks berbasis AI, yang dulunya dianggap sebagai kemajuan dalam pendidikan, kini menjadi sumber kontroversi yang besar.

Para ahli dan orang tua merasa cemas menantikan bagaimana pemerintah akan menghadapi tantangan ini. Mereka berharap agar solusi yang diambil dapat mengimbangi kebutuhan untuk inovasi dengan perlindungan terhadap perkembangan anak-anak.


Bagikan artikel ini

Video Terkait