Bukit Algoritma Akan Jadi Pondasi Ekosistem Startup Digital
- Arundati Swastika Waranggani
- •
- 28 Apr 2021 10.54 WIB
Pembangunan Bukit Algoritma ini pun juga membutuhkan fokus pada industri di Indonesia untuk memastikan seberapa perlu pusat teknologi dibangun sesuai dengan kebutuhan. Bukit Algoritma sendiri dipercaya akan menjadi pondasi bagi ekosistem startup untuk dapat berkembang. Namun berbagai faktor lain tetap mempengaruhi dalam persiapannya.
Adrian Siregar, Research Manager International Data Corporation (IDC) Indonesia mengatakan bahwa sejalan dengan tujuan keberadaan Bukit Algoritma sebagau pusat akselerasi digital dan teknologi riset nasional, maka perlu dikembangkan paralel dengan berbagai teknologi baru. Teknologi ini mulai dari piranti lunak, keras, ataupun layanan teknologi dan informasi.
“Tentu juga melihat kebutuhan riil di industri tertentu ataupun permintaan dan daya beli B2B dan B2C, sehingga pemahaman secara luas atas berbagai komponen teknologi itu sangat penting untuk memutuskan secara lebih strategis fokus teknologi dalam suatu periode tertentu, menghindari ego sektoral dalam pengembangan dan yang paling penting membangun sinergi dan kolaborasi,” kata Adrian, Selasa (26/4/2021).
Adrian kemudian mencontohkan IDC yang memiliki taksonomi dalam melakukan klasifikasi teknologi terkait transformasi digital menjadi dua elemen berbeda. Pertana, adalah pilar teknologi sebagai pondasi seperti teknologi big data dan analitik serta cloud computing atau komputasi awan.
“Cloud kami lihat akan emnjadi infrastruktur digital yang krusial dengan platform digital akan semakin banyak digunakan dalam ekosistem digital. Data akan menjadi mesin penggerak perusahaan Indonesia untuk bisa lebih cepat dalam mengakselerasi bisnisnya di pasar,” ppar Adrian.
Elemen kedua adalah akselerator inovasi sebagai aktualisasi untuk inovasi pasar. Contoh elemen ini seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, dan generasi keamanan siber selanjutnya yang dinilai relevan untuk dapat mendukung bisnis dalam ekosistem digital di Indonesia.
Selain itu, Adrian juga menuturkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 400 startup telah berstatus sebagai unicorn di dunia. 70 persen dari jumlah ini berasal dari Amerika Serikat dan Cina, di mana startup dari kedua negara ini mayoritas tidak terlepas dari banyaknya pusat teknologi.
Adrian kemudian mengingatkan bahwa menambahkan fokus industri di Indonesia penting dilakukan sebagai kunci seberapa perlu pusat teknologi dibangun. Hal ini karena kebutuhan Indonesia jelas berbeda dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan Cina.
“Jadi saya tidak mengambil kesimpulan selama kita belum tahu apa yang mau dituju untuk industri atau sektor tertentu terkait Indonesia, karena cara Indonesia bisa bergerak maju itu tidak akan sama dengan negara lain,” tutur Adrian.
Namun di sisi lain Adrian juga mengatakan bahwa Bukti Algoritma juga bisa menjadi faktor penting dalam memfasilitasi. Hal ini jika Bukit Algoritma gagal untuk menghubungkan startup dengan konsumen.
Penyebabnya pun adalah perkembangan startup yang tidak hanya terpaku pada ketersediaan pusat teknologi. Adrian menyebut bahwa dukungan dana melalui modal ventura dan listing publik juga sangat mempengaruhi kesuksesan startup.