Nvidia Pilih Vietnam Sebagai Pusat AI, Kenapa Bukan Indonesia?
- Pabila Syaftahan
- •
- 13 Des 2024 09.50 WIB
Nvidia, perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat, resmi menjalin kerja sama dengan pemerintah Vietnam untuk membangun pusat penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan (AI) serta pusat data di negara tersebut. Langkah strategis ini bertujuan memperkuat ekosistem teknologi dan memanfaatkan potensi sumber daya manusia Vietnam di bidang sains dan teknologi. Kesepakatan ini ditandatangani pada Kamis (5/11) di Hanoi, dengan kehadiran langsung pendiri sekaligus CEO Nvidia, Jensen Huang, dan Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh. Meskipun begitu, nilai investasi proyek ini belum diumumkan secara publik.
Fokus Pengembangan AI di Vietnam
CEO Nvidia, Jensen Huang, menegaskan bahwa kehadiran Nvidia di Vietnam bertujuan mempercepat adopsi teknologi AI dengan melibatkan pemangku kepentingan dari berbagai sektor. Mulai dari pemimpin industri, perusahaan rintisan (startup), lembaga pemerintah, universitas, hingga mahasiswa. “Kami sangat senang dapat membuka pusat riset dan pengembangan Nvidia untuk mempercepat perjalanan AI di Vietnam,” ungkap Huang.
Ia menambahkan bahwa Nvidia siap bermitra dengan ekosistem teknologi yang dinamis di Vietnam. "Dengan keahlian kami dalam pengembangan AI, kami akan bekerja sama dengan para peneliti, startup, dan berbagai organisasi untuk menciptakan inovasi AI yang luar biasa di sini," jelasnya.
Salah satu langkah strategis Nvidia adalah akuisisi VinBrain, perusahaan rintisan berbasis AI di sektor kesehatan yang merupakan unit bisnis dari konglomerat Vietnam, Vingroup. Nilai transaksi akuisisi ini tidak diungkapkan. VinBrain dikenal dengan teknologi berbasis AI yang membantu diagnosa penyakit secara otomatis, memperkuat komitmen Nvidia dalam mengembangkan AI di sektor kesehatan Vietnam.
Vietnam Siapkan Ekosistem AI dan Energi Bersih
Dalam kesempatan tersebut, Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh, menyatakan bahwa pengembangan teknologi AI merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi Vietnam di masa depan. Ia juga memaparkan visi ambisius Vietnam untuk mengoptimalkan teknologi AI di berbagai sektor, termasuk energi terbarukan.
“Kami tidak hanya ingin menaklukkan AI, tetapi juga ruang angkasa dan lautan. Teknologi AI akan membantu kita mengubah energi matahari, angin, dan ombak menjadi sumber energi bersih yang berkelanjutan,” ujar Chinh dengan penuh optimisme.
Komitmen pemerintah Vietnam terhadap pengembangan ekosistem teknologi semakin diperkuat dengan kolaborasi bersama perusahaan global seperti Nvidia. Pemerintah Vietnam juga menegaskan pentingnya kolaborasi dalam pelatihan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur digital, dan penguatan industri lokal.
Perluasan Kemitraan Nvidia di Vietnam
Kunjungan Jensen Huang ke Vietnam kali ini bukanlah yang pertama. Setahun sebelumnya, ia telah mengungkapkan minat Nvidia untuk memperluas kolaborasi dengan perusahaan teknologi terkemuka di Vietnam. Langkah ini mendapat respons positif dari berbagai pihak yang menyambut investasi Nvidia sebagai dorongan besar bagi perkembangan AI di negara tersebut.
Salah satu contoh konkret dari kemitraan ini adalah proyek bersama dengan FPT, perusahaan teknologi Vietnam. Pada April lalu, FPT mengumumkan rencana pembangunan pusat penelitian AI senilai USD 200 juta (setara Rp3,17 triliun). Proyek ini akan memanfaatkan chip grafis dan perangkat lunak buatan Nvidia untuk mendorong inovasi AI di Vietnam.
Vietnam Jadi Magnet Investasi Teknologi
Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam menunjukkan pertumbuhan signifikan di sektor teknologi, menjadikannya destinasi investasi yang menarik bagi perusahaan global. Dengan melimpahnya jumlah insinyur STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) dan ekosistem startup yang berkembang pesat, Vietnam dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pengembangan AI di Asia Tenggara.
Keputusan Nvidia untuk berinvestasi di Vietnam memperkuat posisi negara tersebut sebagai pemain penting dalam peta teknologi global. Langkah ini juga mencerminkan kepercayaan Nvidia terhadap kesiapan Vietnam dalam mengadopsi teknologi mutakhir serta mengembangkan infrastruktur digital yang mendukung.
Sementara itu, banyak pihak berharap langkah serupa juga bisa diterapkan di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Dengan potensi sumber daya manusia dan pasar yang besar, Indonesia sebenarnya memiliki peluang serupa untuk menarik investasi dari perusahaan teknologi global. Namun, kesiapan infrastruktur, kebijakan pendukung, dan ekosistem teknologi yang memadai menjadi faktor kunci dalam menarik perhatian investor.
Kenapa Bukan di Indonesia?
Jensen Huang sebelumnya juga berkunjung ke Indonesia dalam rangka menghadiri Indonesia AI Day 2024, lalu kenapa nvidia lebih memilih Vietnam sebagai pusat AI di Asia Tenggara? Bari Arijono, Presiden Akademi Kecerdasan Buatan Indonesia, memberikan pandangannya terkait langkah Nvidia yang memilih Vietnam sebagai pusat pengembangan AI. Menurut Bari, Vietnam memiliki daya tarik yang membuatnya lebih unggul dibandingkan Indonesia sebagai tujuan investasi AI. Ia menjelaskan bahwa kebijakan proaktif dan insentif yang ditawarkan pemerintah Vietnam memberikan keuntungan besar bagi investor. Pemerintah Vietnam menawarkan pengurangan pajak dan subsidi untuk proyek berbasis AI, yang mempermudah proses investasi. Selain itu, ekosistem teknologi di Vietnam berkembang dengan cepat, terbukti dari banyaknya startup berbasis AI seperti VinBrain yang diakuisisi oleh Nvidia.
Bari juga menyoroti bahwa Vietnam memiliki fokus kuat pada pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). Kolaborasi yang erat antara universitas dan industri teknologi telah menghasilkan tenaga kerja yang siap menghadapi kebutuhan sektor AI. Selain itu, regulasi bisnis di Vietnam lebih sederhana dan transparan dibandingkan Indonesia, sehingga mempermudah investor global dalam proses perizinan. Komitmen Vietnam dalam membangun kemitraan internasional dengan perusahaan teknologi besar juga menjadi nilai tambah yang membuat negara ini semakin menarik.
Sebaliknya, Bari mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi AI. Proses birokrasi yang rumit dan lambat sering kali menjadi hambatan utama bagi investor asing. Selain itu, keterbatasan infrastruktur digital seperti pusat data, jaringan internet, dan sumber daya komputasi belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Ketersediaan sumber daya manusia berkualitas di bidang AI dan teknologi canggih juga menjadi tantangan besar. Tak hanya itu, perubahan kebijakan regulasi yang tidak konsisten membuat investor ragu untuk berinvestasi. Di sisi lain, negara-negara seperti Vietnam dan Singapura memiliki keunggulan yang lebih kompetitif dalam menarik investasi teknologi tinggi.