Nodeflux Kembangkan AI untuk Smart City Hingga Daerah Terpencil
- Arundati Swastika Waranggani
- •
- 10 Mei 2021 11.38 WIB
Startup artificial intelligence (AI) asli dari Indonesia, Nodeflux telah menghasilkan beragam produk AI yang dapat diterapkan dalam smart city seperti pengenal wajah. Nodeflux kini berencana mengembangkan model AI yang dapat diterapkan di daerah-daerah terpencil.
Nodeflux sendiri berfokus pada Computer Vision (penglihatan komputer) dibadningkan dengan Natural Language Processing (pemrosesan bahasa ilmiah). Hal ini pun memberikan tantangan besar bagi Nodeflux dikarenakan Computer Vision dalam dunia AI berusaha mereplikasi cara kerja otak manusia.
Sejak berdiri pada tahun 2016, Nodeflux telah menghasilkan berbagai produk Computer Vision. Salah satu yang banyak dikenal adalah produk untuk smart city yang bisa membantu pengawasan kota melalui CCTV yang terpasang di jalan raya dan perkotaan.
Selain itu, Nodeflux juga memiliki solusi AI untuk identifikasi otomatis wajah yang dapat dicocokkan dengan data yang dimiliki pemerintah, seperti Dukcapil. Ada pula solusi AI untuk kebutuhan ritel, seperti merchandising dan planogram (perancangan display barang dagangan).
Nodeflux juga menghadirkan beberapa solusi AI untuk menghadapi pandemi COVID-19, seperti pengawasan terhadap kendaraan dan mobilitas manusia untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan dan penindakan oleh pemerintah.
Kepala Riset dan Inovasi Produk Nodeflux, Adhiguna Mahendra menuturkan bahwa saat ini masalah utama dari pengembangan AI adalah dibutuhkannya infrastruktur yang mahal. Pada hal ini, adalah server yang bisa menjalankan model AI.
Terlebih ketika membicarakan mengenai Internet of Things (IoT), menurut Adhiguna bandwidth internet yang sangat besar dibutuhkan agar berbagai macam aktivitas yang dilakukan dengan otomasi yang memanfaatkan internet dapat berjalan dengan baik.
Namun, dengan kebutuhan bandwidth yang besar maka tidak semua perusahaan di Indonesia bahkan di luar negeri mampu memenuhi. Maka untuk menjual aplikasi atau sistem serupa di daerah terpencil akan memakan biaya yang sangat mahal.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Nodeflux kemudian mencoba untuk mengembangkan solusi ‘AI on The Edge’ yang dimungkinkan untuk dapat beroperasi tanpa perlu menggunakan koneksi internet.
“Jadi ‘AI on The Edge’ itu, AI-nya akan jalan di perangkat Edge yang tidak perlu canggih-canggih seperti server dengan GPU mahal dan berat. Bahkan di laptop gaming pun bisa jalan, atau di device kecil, sekarang ada device Namanya Nvidia Jetson Nano yang harganya sangat murah dan AI bisa berjalan di device itu,” tutur Adhiguna dalam keterangan resmi, Minggu (9/5/2021).
Ia pun melanjutkan bahwa model AI akan diluncurkan sekali saja, kemudian AI tersebut akan belajar. Hal ini karena AI sama seperti otak manusia, sehingga perlu terus belajar dan bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan. Adhiguna juga menuturkan, model seperti ini akan membuat AI bisa diterapkan di mana saja.
“Mau kita menempatkan AI di daerah terpencil di Papua sana, atau di daerah terpencil di hutan Nigeria sana itu tidak akan jadi masalah untuk solusi AI ini,” jelas Adhiguna.
Pengembangan solusi AI ini pun terhitung kompleks dan cukup menantang, Adhiguna pun mengaku belum melihat banyak perusahaan di dunia yang sukses dalam mengembangkan. Pihaknya pun tetap berusaha untuk mencapai performa yang acceptable.
Adhiguna mengaku pula bahwa Nodeflux mengembangkan Edge-based AI ini salah satu alasannya adalah karena melihat infrastruktur di Indonesia yang belum memadai. Ia pun berharap pemerintah dapat terlebih dahulu memperhatikan dua hal penting sebelum jauh membicarakan revolusi industri 4.0, yaitu sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur.
“Infrastruktur khususnya internet, cloud systems, kemudian yang paling penting SDM. Jadi kalau misalnya ada sistemnya, IoT, industri 4.0, segala macam, tapi tidak ada yang bisa menjalankan, tidak ada yang bisa merancang, tidak ada yang bisa mengimplementasikan itu tidak akan jalan,” tutup Adhiguna.