Anthropic Digugat Tiga Penulis atas Penggunaan Materi Tanpa Izin
- Pabila Syaftahan
- •
- 26 Agt 2024 14.30 WIB
Tiga penulis ternama, Andrea Bartz, Charles Graeber, dan Kirk Wallace Johnson, baru-baru ini mengajukan gugatan hukum terhadap startup AI, Anthropic, atas tuduhan penggunaan karya berhak cipta mereka tanpa izin untuk melatih model bahasa Claude. Gugatan ini diajukan di pengadilan California, dengan tuduhan bahwa Anthropic telah melakukan pembajakan terhadap karya tulis mereka untuk mengembangkan sistem kecerdasan buatan perusahaan. Para penulis ini menuduh Anthropic mengunduh versi bajakan dari buku mereka dari situs-situs ilegal dan menggunakan materi tersebut sebagai data pelatihan untuk AI mereka.
Dalam gugatan tersebut, para penulis menuduh bahwa Anthropic telah membangun bisnis bernilai miliaran dolar dengan cara mencuri ratusan ribu buku yang memiliki hak cipta. Tuduhan ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengabaikan perlindungan hak cipta dan terlibat dalam pencurian besar-besaran karya berhak cipta untuk melatih model bahasa Claude. Menanggapi tuduhan tersebut, Anthropic hanya mengakui bahwa mereka menyadari adanya tindakan hukum ini, tanpa memberikan tanggapan substansial lebih lanjut.
Kasus ini merupakan bagian dari gelombang gugatan serupa yang juga dihadapi oleh perusahaan AI besar lainnya seperti Microsoft dan OpenAI, yang dituduh menggunakan materi berhak cipta untuk mengembangkan model bahasa besar mereka. Konflik ini mencerminkan ketegangan yang terus berkembang antara pencipta konten dan perusahaan AI terkait masalah hak kekayaan intelektual.
Gugatan ini menyebutkan bahwa Anthropic menggunakan dataset bernama 'The Pile' untuk melatih model Claude mereka. Dataset ini diduga berisi koleksi ebook bajakan yang dikenal sebagai 'Books3', yang memuat hampir 200.000 buku yang diunduh dari sumber yang tidak sah. Para penulis menuduh bahwa Anthropic sepenuhnya menyadari penggunaan karya berhak cipta tanpa izin ini dan secara sengaja memutuskan untuk menggunakan materi curian demi menghemat biaya dan menghindari proses perolehan lisensi resmi.
Tindakan Anthropic ini, menurut gugatan tersebut, telah merugikan para penulis dengan menghilangkan potensi penjualan buku dan pendapatan dari lisensi. Selain itu, mereka juga mengklaim bahwa model AI yang dikembangkan oleh Anthropic kini bersaing dengan konten yang ditulis oleh manusia, sehingga mengancam mata pencaharian para penulis.
Anthropic, yang memposisikan model Claude-nya sebagai saingan bagi ChatGPT dari OpenAI dan chatbot AI populer lainnya, telah berhasil mengumpulkan dana investasi yang signifikan, dengan valuasi perusahaan mencapai lebih dari $18 miliar. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan penulis dan penerbit, yang berpendapat bahwa perusahaan AI seharusnya memberikan kompensasi kepada mereka atas penggunaan karya berhak cipta sebagai data pelatihan. Beberapa perusahaan, seperti Google, telah mengambil langkah maju dengan menandatangani kesepakatan lisensi dengan organisasi berita dan penyedia konten lainnya.
Namun, para pengembang AI berpendapat bahwa penggunaan materi berhak cipta untuk tujuan pembelajaran mesin dapat dianggap sebagai 'penggunaan wajar' (fair use) di bawah hukum hak cipta. Mereka berargumen bahwa model AI tidak mereproduksi salinan identik dari teks pelatihan, melainkan menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan pengolahan bahasa.
Perdebatan ini menyentuh aspek hukum dan etika yang kompleks tentang bagaimana hak cipta seharusnya diterapkan dalam pengembangan teknologi AI. Pertanyaan apakah pelatihan AI dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta atau penggunaan wajar yang transformatif mungkin harus diputuskan oleh pengadilan. Bagi para penulis, gugatan ini adalah upaya untuk mendapatkan kembali kendali atas bagaimana karya mereka digunakan dalam pengembangan AI, serta untuk memastikan bahwa mereka menerima kompensasi yang layak atas kontribusi mereka dalam teknologi ini.
Jika pengadilan memutuskan bahwa perusahaan AI harus memperoleh lisensi untuk semua materi berhak cipta yang digunakan dalam pelatihan, hal ini dapat mengubah cara industri AI beroperasi, meningkatkan biaya, dan kompleksitas pengembangan AI. Anthropic, yang telah mempromosikan dirinya sebagai perusahaan yang berfokus pada pengembangan AI yang aman dan etis, kini menghadapi tantangan serius terhadap citra tersebut. Gugatan ini menuduh bahwa perusahaan telah membangun bisnisnya melalui pelanggaran hak cipta, yang sangat bertentangan dengan klaim mereka tentang fokus pada manfaat publik.
Gugatan ini mencari ganti rugi hukum atas dugaan pelanggaran hak cipta yang disengaja dan menuntut perintah pengadilan untuk mencegah Anthropic menggunakan karya para penulis lebih lanjut tanpa izin. Seiring dengan kemajuan kemampuan AI, perdebatan tentang hak kekayaan intelektual diperkirakan akan semakin intensif, dengan pencipta konten yang menuntut perlindungan dan kompensasi, sementara perusahaan AI mengupayakan akses ke data yang lebih luas untuk meningkatkan kemampuan model mereka.
Hasil dari kasus ini, serta kasus-kasus serupa lainnya, dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap lanskap hukum dan regulasi pengembangan AI di masa depan, mempengaruhi cara perusahaan mengumpulkan data pelatihan, dan menentukan apakah lisensi menjadi persyaratan standar dalam industri AI.