Aplikasi Jahat Meningkat, Perlu Strategi Keamanan yang Tepat
- Christoper Devon Mahendri
- •
- 26 Agt 2020 12.50 WIB
Salah satu perusahaan Siber asal Rusia, Kaspersky mengadakan webinar Asia Pacific Online Policy Forum bertajuk “Cyber-Resilience in The New Normal: Risks and New Approaches.” Webinar tersebut diselenggarakan secara daring pada Selasa, (18/8/2020)
CEO Kaspersky, Eugene Kaspersky mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 menjadikan aktivitas masyarakat seluruh dunia berubah, salah satunya seperti harus melakukam pekerjaan dirumah atau work from home. Sehingga menurutnya keamanan siber harus menjadi prioritas dalam keadaan seperti ini.
"Saat ini dunia menjadi sangat terhubung dan orang-orang menghabiskan banyak waktu di internet, baik bekerja maupun belajar dari rumah. Jadi keamanan siber seharusnya menjadi prioritas," ujar Eugene.
Seiring bertambahnya aktivitas yang berjalan seperti itu dan membutuhkan koneksi ke berbagai macam layanan, maka serangan siber juga turut mengalami peningkatan dengan menargetkan para karyawan dari berbagai jenis perusahaan di dunia. Kaspersky mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan jumlah aplikasi jahat sebesar 25%. Sebelum adanya pandemi, jumlah aplikasi jahat berkisar 300.000, kemudian meningkat menjadi lebih dari 400.000.
“Inilah kenyataan hari ini dan mengapa memiliki strategi keamanan siber yang tepat bahkan lebih penting sekarang di tengah pandemi,” kata Eugene.
Eugene juga menjelaskan bahwa semua pihak yang terlibat saat ini, perlu untuk menanamkan konsep "immunity" dari dalam diri bahwa keamanan adalah kebutuhan primer. Eugene menegaskan saat ini yang dibicarakan bukan lagi tentang keamanan siber, namun cyber immunity. Bila kita sudah mengerti dan menerapkan hal ini, maka perusahaan-perusahaan di masa datang tidak memerlukan lagi solusi keamanan.
Diperlukan pula solusi keamanan yang mudah digunakan dalam kondisi ini menurut Eugene. Terlebih, perlu dilakukan penyederhanaan bagi konsumen dan para pelaku UKM. CEO Kapersky ini menerangkan bahwa perlu adanya kerjasama antara vendor dan pemerintah untuk mewujudkan ini. Kru kapal misalnya, semua orang harus bekerja sama dalam mengembangkan solusi keamanan siber dalam kehidupan sehari-hari dan bisnis, terutama untuk memahami kebutuhan, kegunaan dan biaya.
“Pada akhirnya, pandemi ini mengajarkan kita tentang kolaborasi dari semua pihak, mulai dari pakar, regulator (pemerintah) hingga masyarakat,” tegasnya.
Pada webinar tersebut, hadir pula David Koh, Commissioner of Cybersecurity and Chief Executive of the Cyber Security Agency of Singapore. David mengatakan bahwa situasi pandemi telah mengubah cara beraktivitas dari pemerintah, perusahaan atau organisasi dan individu dalam waktu yang tergolong amat singkat. Salah satu contohnya seperti perusahaan-perusahaan saat ini harus terus beroperasi dengan beradaptasi dengan sistem karyawan bekerja dari rumah, begitu juga berinteraksi dengan mitra dan pelanggan secara online.
"Hal-hal yang menurut sebagian orang terlalu sulit untuk dilakukan pada sembilan bulan lalu kini harus diubah dalam semalaman," imbuhnya.
Koh melanjutkan, pihaknya harus secara fundamental beradaptasi dan menerapkan teknologi baru secara harfiah dalam semalaman, dan belum lagi ada banyak dari teknologi baru yang digunakan kurang terjamin keamanannya. Salah satu contohnya yakni basis data perusahaan, harus diperluas agar karyawan dapat mengaksesnya dari lingkungan rumah dan kontrol keamanan yang ada sebelumnya di perusahaan menjadi tak lagi relevan.
Belum lagi jaringan internet/ wifi yang digunakan karyawan di rumahnya menjadi koneksi utama untuk mereka bekerja, dan ini tentunya mengkhawatirkan karena tidak seaman jaringan di lingkungan kantor. Dengan demikian risiko keamanan perusahaan telah berubah dan tentunya harus siap menghadapi serangan yang lebih besar.
"Kami harus secara fundamental beradaptasi dan menerapkan teknologi baru secara harfiah dalam semalaman, dan belum lagi ada banyak dari teknologi baru yang digunakan kurang terjamin keamanannya," cetus Koh.